SEPUTARHALAL.COM | Baru-baru ini, pemilik Almaz Fried Chicken mengungkapkan bahwa ia diminta membayar ratusan juta rupiah dalam proses pengurusan sertifikat halal. Pernyataan ini kemudian memicu berbagai reaksi dan spekulasi. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, informasi tersebut ternyata tidak sepenuhnya akurat. Founder Halal Corner, Aisha Maharani, memberikan klarifikasi terkait isu ini agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.
Salah satu klaim yang beredar adalah bahwa pemilik Almaz Fried Chicken diminta membayar hingga ratusan juta rupiah untuk sertifikasi halal. Namun, Aisha Maharani meluruskan bahwa biaya tersebut masih sebatas penawaran, bukan pembayaran yang sudah terjadi.
“Ternyata uang yang katanya ratusan juta itu baru penawaran, jadi tidak ada pembayaran yang katanya ratusan juta. Dan dia pun tidak mengambil penawaran itu,” ujar Aisha seperti dikutip dari laman FB resminya.
Bahkan, pemilik usaha akhirnya memilih opsi dengan biaya yang lebih murah. Namun, biaya tambahan yang muncul berasal dari aspek laik hygiene, yang sebenarnya berbeda dari sertifikasi halal itu sendiri.
Masa Proses Pengurusan Sertifikasi Halal
Aisha juga membantah bahwa proses pengurusan sertifikasi halal sangat lama. Menurutnya pernyataan owner Almaz bahwa proses sertifikasi halal berlangsung hingga enam bulan itu tidak benar. Aisha menjelaskan bahwa keterlambatan tersebut terjadi sebelum proses pendaftaran sertifikasi halal dilakukan.
“Yang katanya 6 bulan belum selesai adalah pengurusan sebelum daftar ke halal untuk outlet tambahan. Karena masa kerja sertifikasi halal reguler adalah 21 hari kerja. Jika lewat dari itu, maka pelaku usaha harus daftar ulang,” jelas Muslimah yang sekarang bercadar tersebut .
Dengan sistem yang sudah otomatis, tidak ada ruang bagi LPH untuk memperlambat proses pengajuan. Jika melebihi batas waktu, sistem akan secara otomatis mengeluarkan pengajuan tersebut.
Dua Jenis Lembaga Pemeriksa Halal
Terkait biaya sertifikasi, Aisha menegaskan bahwa saat ini terdapat 77 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia yang bersaing dalam memberikan layanan terbaik, termasuk dalam hal harga.
“Biaya masing-masing LPH tidak sama, ada yang memang mahal ada juga yang murah, tergantung dia LPH utama atau pratama, jadi banyak pilihannya,” ungkapnya.
Jika pengusaha mendapatkan LPH yang menawarkan harga lebih murah, mereka bisa langsung memilihnya tanpa perlu membuat kontroversi.
Tidak Ada Tawaran Biaya Miliaran Rupiah dari LPH
Beberapa pihak menyoroti adanya angka miliaran rupiah yang dikaitkan dengan sertifikasi halal. Namun, menurut Aisha, angka tersebut bukan berasal dari LPH, melainkan perhitungan internal pelaku usaha sendiri.
“Tidak ada juga tawaran biaya miliaran dari LPH, itu hanya itung-itungan pelaku sendiri atas cost yang ada,” tegasnya.
Salah satu hal yang disayangkan oleh Aisha adalah cara penyampaian informasi yang terkesan sepotong-sepotong, sehingga menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.
“Buat saya problematik ya pengusaha macam ini. Karena hanya mengambil penjelasan dari BPJPH saja tapi tidak menjelaskan secara clear, yang membuat pihak BPJPH mengeluarkan pernyataan yang sepotong saja. Kemudian dikonten ke publik yang rata-rata tidak paham,” jelasnya.
Akibat penyampaian yang tidak utuh ini, isu pun berkembang liar dan menjadi bahan perdebatan yang tidak perlu di media sosial.
Kontroversi terkait biaya sertifikasi halal ini menunjukkan betapa pentingnya menyampaikan informasi dengan jelas dan menyeluruh. Dengan banyaknya pilihan LPH dan sistem yang sudah transparan, pengusaha memiliki fleksibilitas dalam memilih layanan sesuai kebutuhannya.
Aisha Maharani mengingatkan bahwa sertifikasi halal bukanlah hambatan bagi pelaku usaha, melainkan bagian dari perlindungan konsumen Muslim. Oleh karena itu, alih-alih menimbulkan polemik, sebaiknya semua pihak lebih bijak dalam menyampaikan informasi dan memahami sistem yang telah berlaku. [FURQ]
