Operasi Akhir Tahun: BPOM Bongkar Kosmetik Ilegal Senilai Rp8,91 Miliar

BPOM mengumumkan hasil signifikan dari intensifikasi pengawasan dan operasi penindakan terhadap peredaran kosmetik ilegal

Dok. pom.go.id
Admin By Admin
4 Min Read

SEPUTAR HALAL | Menjelang akhir tahun 2024, BPOM mengumumkan hasil signifikan dari intensifikasi pengawasan dan operasi penindakan terhadap peredaran kosmetik ilegal serta yang mengandung bahan berbahaya. Selama periode Oktober hingga November 2024, BPOM berhasil mengungkap 235 item kosmetik ilegal dan/atau berbahaya dengan nilai ekonomi lebih dari Rp8,91 miliar di empat wilayah utama Indonesia.

“Penemuan ini menjadi gambaran nyata bahwa peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Wilayah Jawa Barat mencatatkan nilai temuan terbesar, yaitu Rp4,59 miliar, disusul Jawa Timur Rp1,88 miliar, Jawa Tengah Rp1,43 miliar, dan Banten Rp1,01 miliar,” ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers yang digelar Senin (30/12/2024) lalu.

Sebagian besar kosmetik ilegal ini dipasarkan secara daring melalui e-commerce. Sebanyak 69 merek, termasuk Lameila, Aichun Beauty, dan Tanako, menjadi target penindakan. Selain itu, BPOM juga menemukan kosmetik impor dari Tiongkok, Korea, Malaysia, hingga India yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan rhodamin B, yang dilarang penggunaannya dalam produk kosmetik.

Dari hasil pengawasan dan operasi penindakan di Bandung, BPOM menemukan produk yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang dalam kosmetik, seperti hidrokuinon, tretinoin, termasuk bahan obat berupa antibiotik, antifungi, dan steroid. “Tidak hanya produk jadi, kami juga menemukan bahan baku seperti hidrokuinon, tretinoin, dan steroid yang digunakan produsen ilegal dalam produksi kosmetik rumahan di Pulau Jawa,” lanjut Taruna Ikrar.

“Jumlah barang bukti yang ditemukan di Jawa Barat sebanyak 208 item dan mencapai nilai keekonomian Rp4,59 miliar,” lanjut Taruna Ikrar. Produk kosmetik ilegal yang mengandung bahan obat tersebut diketahui didistribusikan ke ‘klinik kecantikan’ di Pulau Jawa (Bandung, Cimahi, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Mojokerto, dan Jember),” urainya lagi.

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Kementerian Perindustrian RI Reni Yanita turut menjelaskan bahwa hampir 84% pelaku usaha kosmetik masuk dalam kategori klasifikasi usaha kecil menengah. “Hampir 84% pelaku usaha kosmetik merupakan klasifikasi usaha kecil menengah. Untuk itu, kami juga sudah kolaborasi dengan Tim BPOM dalam melakukan edukasi tata cara mendapatkan izin edar,” jelas Reni.

Terkait mudahnya akses terhadap bahan baku oleh produsen kosmetik ilegal, Reni menambahkan bahwa Kementerian Perindustrian fokus pada tahap produksi kosmetik yang legal. “Perihal bahan baku yang digunakan sebenarnya sudah diatur oleh Kementerian Perdagangan dalam bentuk izin usaha perdagangan bahan kimia. Namun, kita sadari luas wilayah negara kita yang kepulauan, kemudian [banyak] pelabuhan-pelabuhan tikus yang menjadi modus pelaku memasukkan bahan baku. Kejadian ini akan berdampak kepada industri dalam negeri,” lanjutnya.

Terhadap temuan dari intensifikasi pengawasan ini, BPOM telah memberikan sanksi administratif pada dua kasus di Banten dan Jawa Timur berupa perintah penarikan dan pemusnahan produk. Sementara, dua temuan lainnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah ditindaklanjuti secara pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM. Sesuai Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelaku yang memproduksi dan mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dapat dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Hingga saat ini, hasil pengawasan BPOM menunjukkan bahwa 40% daerah rawan kejahatan obat dan makanan berkaitan dengan kosmetik. Selain itu, hampir 43% pengaduan produk ilegal dari masyarakat yang diterima BPOM pada tahun 2024 juga berkaitan dengan produk kosmetik.

Melihat data tersebut, BPOM akan memperkuat kolaborasi lintas sektor pada tahun 2025 untuk mengedukasi masyarakat, membimbing pelaku usaha, serta menindak tegas pelanggaran yang terjadi. “Masyarakat harus berhati-hati terhadap iklan kosmetik dengan klaim berlebihan. Pastikan membeli dari penjual resmi dan laporkan jika menemukan produk mencurigakan, tidak lupa kami ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu upaya pemberantasan ini. Kolaborasi yang baik akan terus kita tingkatkan untuk memastikan perlindungan masyarakat dari risiko produk kosmetik ilegal,” tutup Taruna Ikrar.

>>>Pengunjung: 21 times, Total 108,982 <<<
Share This Article
Leave a review